Serang Dakko, Sang Maestro Gendang Dunia

  • Bagikan
Sumber: cyberspaceandtime.com

Lebih Dekat dengan Sang Maestro

Serang Dakko yang akrab dipanggil Daeng Serang adalah salah satu maestro gendang yang terkemuka dari Sulawesi Selatan. Beliau lahir di Desa Kalase’rena pada tanggal 31 Desember 1939. Serang Dakko merupakan pegiat seni tradisi yang aktif melestarikan kesenian musik tradisional Makassar, khususnya alat musik tabuh (gendang). Semasa kanak-kanak Serang Dakko diajar oleh ayahnya Daeng Parancing. Di samping itu sejak dalam usia yang masih sangat muda pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Daeng Serang sudah diajak berkeliling oleh rombongan ayahnya untuk memenuhi undangan pementasan.

Tahun 1960-an seniman-seniman besar daerah, seperti Nani Sapada dan Daeng Paselleng juga ikut berlatih gendang kapada Daeng Parancing. Serang Dakko dengan cepat dapat berkenalan dengan mereka dan menjadi pengiring tari dari karya Nani Sapada dalam berbagai kegiatan berskala besar. Ketika usianya sampai pada umur 32 tahun, yaitu masa orde baru yang di mana sandang pangan tidak sesulit dan semahal sekarang, Serang Dakko menikah dengan seorang gadis di desa-nya bernama Bajira Daeng Baji. Kehidupan rumah tangganya dibina dengan cinta dan kasih sayang. Hasil pernikahannya tersebut dikaruniai 4 orang anak, yaitu Indrawati, Islamiyah, Irwan, dan Itanto. Namun, setiap kelahiran anak-anaknya, Serang Dakko tidak pernah mendampingi istrinya saat melahirkan lantaran Serang Dakko selalu berada di luar daerah Sulawesi Selatan, apalagi kalau bukan untuk menabuh gendang dalam pertunjukan seni tradisional.

Mendirikan Sanggar Alam

Dalam memperkukuh keberadaan sekaligus pengabdiannya pada seni menabuh gendang, Serang Dakko berinisatif mendirikan sebuah sanggar kesenian. Di tahun 1990, Serang Dakko mendirikan sanggar di Kelurahan Benteng Somba Opu dengan nama Sanggar Alam. Pemberian nama Sanggar Alam karena mereka yang bergabung di dalamnya adalah seniman-seniman tradisional yang dilahirkan dan dibentuk dari alam. Sanggar Alam ini juga terbentuk karena pada saat beliau melihat perkembangan dunia seni di daerah ini sudah mulai dilupakan atau bahkan ditinggalkan oleh masyarakat, sehingga beliau merasa prihatin dan berinisiatif untuk mendirikan Sanggar Alam sebagai tempat untuk melestarikan sekaligus mengembangkan dunia seni. Harapan beliau agar seni tradisional ini tidak akan punah dimakan oleh waktu dan mengingatkan masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan seni tradisional yang ada di daerah Sulawesi Selatan.

Sebelum terbentuknya Sanggar Alam yang berada di Kelurahan Benteng Somba Opu yang dibentuk pada tahun 1990-an, Serang Dakko juga pernah mendirikan sanggar di kampung halamannya Desa Ma’tompo Dalle Kecamatan Polong Bangkeng Utara Kabupaten Takalar. Di Tahun 1960-an, beliau dipindahkan ke Taman Mini Benteng Somba Opu oleh pemerintah daerah dengan alasan keberadaan Serang Dakko susah ditemui, sehingga pemerintah daerah memanggil Serang Dakko ke Benteng Somba Opu untuk tinggal dan bekerja di Instansi Dinas Pariwisata Provinsi yang juga memiliki tugas untuk melestarikan kebudayaan di Sulawesi Selatan, khususnya pada pelestarian alat musik gendang.

Pada tahun 1960-an sewaktu masih bertempat di Desa Ma’tompo Dalle, Kecamatan Polong Bangkeng Utara, Kabupaten Takalar, beliau masih dikenal dengan skala pementasan-pementasan kecil. Pada waktu itu Serang Dakko bekerja sama dengan seniman-seniman yang ada di kampungnya untuk mengembangkan Sanggar Alam tersebut, seperti Dg Mile (almarhum), Serang Dg Limpo, Baco Le’leng (almarhum), dan masih banyak yang lainnya.

Dalam hal pengelolaan sanggar, Serang Dakko yang merupakan pendiri dari Sanggar Alam tersebut sekaligus menjadi pemilik dan ketua. Adapun bendahara sekarang ini adalah anak sulungnya, yaitu Indrawati yang dulunya dibendaharai oleh Bajira Daeng Baji, istri dari bapak Serang Dakko sendiri. Adapun yang menjadi sekretarisnya adalah Iwan, dan adapula yang menjadi penata tari, yaitu Bau Salawati, dan Ana. Penata musik Sanggar Alam di awal terbentuknya ini dipimpin oleh Serang Dakko sendiri. Awal dari terbentuknya Sanggar Alam hanya beranggotakan 15 orang, tetapi sampai sekarang ini seiring berkembangnya waktu Sanggar Alam tersebut anggotanya terus bertambah menjadi lebih dari 30 orang (aktif) yang berasal dari berbagai kalangan maupun tingkat atas, seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), Sekolah Menegah Atas (SMA), sampai  Universitas.

Pola Kaderisasi Serang Dakko

Sistem keanggotaan Sanggar Alam tidak membatasi bagi orang yang ingin belajar maupun ingin mengembangkan potensinya di bidang seni. Yang terpenting dalam sanggar ini adalah bukan hanya sekadar penampilan, tetapi yang paling penting adalah mental dari anggota yang ingin bergabung. Mereka semua dibina dan dibentuk sesuai dengan bidang kegiatan yang akan digelutinya, seperti dalam bidang tari yang akan dibentuk menjadi seorang penari, sedangkan dalam bidang musik, akan dibentuk menjadi seorang musisi yang baik.

Jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh Sanggar Alam, yaitu tari, musik, dan teater. Namun, yang paling menonjol adalah kegiatan seni tari dan musik. Kedua kegiatan inilah yang paling sering mengadakan pertunjukan, baik di dalam negeri Indonesia maupun di luar negeri. Adapun jadwal latihan Sanggar Alam biasanya dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu Sabtu dan Minggu pukul 14.00 hingga 17.00. Adapun tempat latihan dilaksanakan di rumah pribadi Serang Dakko yang berlokasi di Kelurahan Benteng Somba Opu tepatnya berada di depan rumah adat Toraja. Serang Dakko mengambil lokasi di rumahnya karena selain lokasi yang luas, juga mendapat dukungan dari pemerintah dan masyarakat setempat.

Sanggar Alam yang didirikan oleh Serang Dakko mengajarkan tari tradisional pakarena kepada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat memperhatikan dan mengembangkan budayanya sendiri. Pendirian dan pengembangan Sanggar Alam yang didirikan Serang Dakko tersebut menggunakan atau memakai  dana sendiri. Sanggar Alam telah memperoleh  izin dan disupport dari pemerintah setempat melalui pembangunan tempat untuk mengembangkan dan menjaga budaya atau tradisi dari daerah Sulawesi Selatan.

(Penulis melakukan wawancara dengan Serang Dakko)

Sejak berdirinya Sanggar Alam yang dididirikan oleh bapak Serang Dakko, beliau sangat direspons baik dan didukung oleh masyarakat setempat karena bapak Serang Dakko merangkul semua orang, dari kalangan anak-anak hingga kalangan orang dewasa untuk belajar kesenian. Hal ini dibuktikan dengan intensitas yang sangat tinggi dari Sanggar Alam untuk melatih masyarakat dan juga sering diikutkan dalam lomba, salah satunya adalah festival bedung yang diadakan setiap bulan ramadan dengan membawa nama masjid yang berada di lingkungan Benteng Somba Opu.

Karya Monumental Seni Tradisional

Sanggar Alam pernah juga mengalami penurunan kegiatan karena pengaruh dari luar yang mulai masuk dan menggeser kedudukan tradisi Sulawesi Selatan. Pada saat pengaruh dari luar tersebut mulai menurun, Serang Dakko kembali mengembangkan kegiatan di Sanggar Alam tersebut dan mulai melakukan pementasan di berbagai tempat, sehingga keberadaan dari sanggar alam ini tetap bisa diterima oleh masyarakat Sulawesi Selatan.

Adapun beberapa hasil karya yang telah dikreasiakan oleh Sanggar Alam yang dipimpin oleh Serang Dakko, yaitu

  1. Tari Pakarena Sambori’na
  2. Tari Ma’biring Kassi
  3. Tari Sanrobeja
  4. Tari Jangang Lea-lea
  5. Tari Salonreng
  6. Ganrang tunrung rinci’
  7. Ganrang tunrung pa’balle
  8. Ganrang tunrung pakkio sumanga,
  9. Ganrang tunrung pakanjara
  10. Ganrang tunrung pamanca
  11. Ganrang tunrung pakarena

Awal terbentuknya Sanggar Alam, kegiatan bidang seni yang kali pertama dilakukan adalah kegiatan seni tari, khususnya pada tari salonreng. Sebenarnya tari salonreng ini telah ada sebelumnya, tetapi ditata ulang oleh Serang Dakko selaku pimpinan Sanggar Alam.

Melihat kesenian tradisional yang ada sekarang ini, Serang Dakko merasa bahwa perkembangan kesenian yang ada di Sulawesi Selatan berbeda dengan tema-tema yang dicantumkan oleh pihak penyeleggara acara dengan apa yang ditampilkan di depan penikmat seni. Oleh karena itu, Serang Dakko merasa terdorong untuk mengangkat seni tradisional yang benar-benar sesuai dengan yang diharapkan oleh penikmat seni.

Sampai saat ini, Sanggar Alam telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan kesenian di Makassar. Dengan semakin berkembangnya sanggar-sanggar sekarang ini, Sanggar Alam tidak pernah merasa tersaingi oleh sanggar-sanggar yang lain karena tujuannya hampir sama, yaitu untuk mengembangkan dan melestarikan budaya tradisional Sulawesi Selatan agar tidak punah seiring perkembangan zaman.

Daeng Serang tidak menjadikan lembaga keseniannya sendiri sebagai mata pencaharian, melainkan hanya menjadikannya wadah untuk para generasi muda agar bisa melanjutkan kesenian-kesenian daerah, khususnya daerah Makassar. Betapa pedulinya dengan kesenian di Makassar, Daeng Serang pernah ditawari untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah setempat, akan tetapi beliau menolak jabatan tersebut dan lebih memilih untuk terus bergelut di dunia kesenian dan melestarikan budaya.

Sulawesi Selatan ini sangat dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya. Oleh karena itu, jika tradisi dan kesenian di Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar tidak dilestarikan maka apalagi yang bisa kita banggakan dengan Sulawesi Selatan?, kata Serang Dakko

Hampir setiap saat rumah Serang Dakko selalu ramai dikunjungi oleh orang luar karena beliau tidak hanya mengajarkan tabuhan-tabuhan gendang, memainkan suling, maupun kesenian lainnya, akan tetapi beliau juga memproduksi alat musik tradisi khas Sulawesi Selatan seperti membuat gendang, suling, pui-pui (alat musik tiup) dan alat tradisi lainnya. Dari hasil produksi alat-alat musik tradisi tersebutlah Serang Dakko mendapatkan penghasilan, selain dari job panggilan atau undangan untuk tampil di sebuah acara. Ada satu hal yang menarik dari Serang Dakko, yaitu ketika  beliau dipanggil untuk tampil di sebuah acara, Serang Dakko tidak pernah menentukan harga untuk setiap kali penampilannya. Hal itulah yang berbeda dengan lembaga kesenian/sanggar-sanggar lainnya yang di mana ada patokan harga untuk satu kali penampilan mereka. Serang Dakko tidak mempedulikan hal tersebut. Menurutnya dengan penampilan seperti itu, dia secara tidak langsung memperkenalkan budaya atau kesenian di Sulawesi Selatan sendiri.

Selain dijuluki maestro gendang dunia, Serang Dakko juga dikenal oleh masyarakat dengan sifat kedermawanan dan keramahannya. Tak heran jika banyak sekali orang yang suka terhadap perilaku beliau. Dia juga tidak membeda-bedakan perilakunya kepada orang lain, baik itu anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Beliau memperlakukan mereka semua itu sama. Itulah merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada masyarakat agar masyarakat yang ingin belajar dengan Serang Dakko tidak pernah merasa  ragu untuk mempelajari budaya dan kesenian Makassar.

Serang Dakko juga memperkenalkan tradisi daerah Makassar tidak hanya melalui penampilan kesenian di setiap acara yang ditampilkan secara langsung, beliau juga memanfatkan media sosial sebagai tempat atau wadah untuk memperkenalkan tradisi daerah Makassar, baik melalui facebook, instagram, youtube, maupun media sosial lainnya. Hal itu dilakukan Serang Dakko untuk mempermudah masyarakat di luar provinsi Sulawesi Selatan mengetahui dan mempelajari tradisi daerah Sulawesi Selatan, khusunya tradisi daerah Makassar.

Refleksi Kultural Seni Tradisional

  1. Serang Dakko adalah adalah salah satu maestro gendang yang terkemuka dari Sulawesi Selatan yang lahir di Desa Kalase’rena pada tanggal 31 Desember 1939. Serang Dakko adalah salah satu pegiat seni tradisi yang aktif melestarikan kesenian musik tradisional Makassar, khususnya alat musik tabuh (gendang).
  2. Tahun 1990 Serang Dakko mendirikan sanggar di Kelurahan Benteng Somba Opu dengan nama Sanggar Alam. Pemberian nama Sanggar Alam karena mereka yang bergabung di dalamnya adalah seniman-seniman tradisional yang dilahirkan dan dibentuk dari alam.
  3. Jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh Sanggar Alam, yaitu tari, musik, dan teater. Namun yang paling menonjol adalah kegiatan seni tari dan musik. Kedua kegiatan inilah yang paling sering dipentaskan di dalam negeri Indonesia maupun di luar negeri.
  4. Pendirian dan pengembangan Sanggar Alam oleh Serang Dakko menggunakan dana secara mandiri.
  5. Pencaharian Serang Dakko berasal dari pembuatan alat musik tradisi, seperti gendang, suling, dan puik-puik.
  • Bagikan