Kebijakan Perpajakan di Masa Pendemi

  • Bagikan

Oleh : Sri Sardianti A.H.

(Penulis adalah mahasiswa IAIM Sinjai)

Pajak merupakan pungutan wajib yang biasanya berupa uang. Pajak harus dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah. Besaran pajak ini berhubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.

Pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan besar bagi dunia dan Indonesia. Setelah menghadapi gelombang akibat varian Delta, saat ini Indonesia berhasil menurunkan kembali kasus Covid-19 secara signifikan. Sinergi yang kuat semua pihak, termasuk penerapan kebijakan PPKM telah efektif membuat penularan kasus harian menurun signifikan. Disiplin protokol kesehatan serta partisipasi masyarakat dalam mensukseskan program vaksinasi perlu terus diperluas dan diakselerasi. Pemulihan kondisi pandemi ini menjadi momentum dalam melanjutkan pemulihan ekonomi yang cukup kuat.

Upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi dan reformasi masih berjalan, melalui peran APBN 2021 tergantung keberhasilan pemerintah target penerimaan, perpajakan, mengingat penerimaan 70% dari perpajakan. Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 pemerintah mematok target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.444,5 triliun, atau tumbuh 12,6% dari realisasi tahun lalu.

Penerimaan perpajakan 2021 akan terkendala masalah harga komoditas yang masih rendah, kenerja ekonomi belum pulih sepenuhnya pasca pandemi, dunia usaha masih dalam masa pemulihan, serta upaya ekstensifikasi dan intensifikasi belum dapat optimal pasca pandemi.
Dalam kondisi seperti itu, otoritas bergegas mengatur strategi kebijakan perpajakan pada tahun 2021 ( Yusuf Imam Santoso, 2021) di antaranya sebagai berikut:

Pertama, memberikan insentif fiskal yang lebih tepat dan terukur yaitu insentif fiskal yang diberikan pemerintah harus tepat sasaran. Tujuannya agar ekonomi domestik dapat pulih lebih cepat. Insentif fiskal juga dapat dioptimalkan menarik investasi, apalagi di masa pandemi. misalnya, memberikan insentif perpajakan yang sangat agresif. Contohnya yaitu, Banyak negara berlomba-lomba memberikan insentif fiskal sebagai pemanis untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya.

Kedua, melakukan relaksasi prosedur untuk mempercepat pemulihan ekonomi, yaitu Stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan dan pemulihan perekonomian.

Ketiga, menyempurnakan peraturan perpajakan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan pajak ditetapkan dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku sejak tahun 1986 merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, pengusaan dan/atau perolehan manfaat atas bangunan.

Keempat, memberikan insentif untuk vokasi dan litbang, dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan, yaitu dapat meningkatkan sumber daya manusia.

Kelima, mengoptimalisasikan penerimaan perpajakan melalui perluasan basis pajak melalui peningkatan kepatuhan sukarena, pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan, serta reformasi organisasi, SDM, IT, dan basis data proses bisnis dan regulasi.

Keenam, mengembangkan layanan kepabeanan dan cukai berbasis digital dan melakukan ekstensifikasi barang kena cukai. Dalam hal ini otoritas fiskal berencana untuk mengenakan cukai pada kantong plastik di tahun ini. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat program pencegahan dari kerusakan lingkungan yang sistematis, strategik dan seragam, sehingga digunakan cukai untuk pengendalian pencemaran lingkungan.

Selama masa pandemi ini Pemerintah terus berupaya untuk memberikan fasilitas ataupun insentif bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 sebagai upaya pemulihan ekonomi. Insentif tersebut yaitu :

Pertama, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Penerima insentif adalah wajib pajak yang berstatus sebagai pegawai dari pemberi kerja. Jenis insentif pajak yang diberikan masih sama dengan yang ada dalam PMK No 9/2021, yakni pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah atau DTP. PPh final DTP untuk UMKM.

Kedua, PPh Pasal 22 Impor, yang diberikan insentif berupa pembebasan pembayaran pajak. Berdasarkan pada PMK 149/2021, jumlah klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang berhak mendapatkan insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebanyak 397 KLU. Jumlah itu bertambah dari sebelumnya 132 KLU dalam PMK 82/2021.

Ketiga, Angsuran PPh Pasal 25, yang akan menerima insentif dengan pengurangan besarnya angsuran sebesar 30% dari total angsuran yang seharusnya dibayar selama 6 bulan ke depan. Menu Info KSWP DJP Online sudah memuat pemberitahuan fasilitas pengurang pajak penghasilan PPh Pasal 25 (PMK 82/2021).
Keempat, Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang diberikan insentif selama masa wabah Covid-19 ini. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 149/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi corona virus.

Pemerintah terus melakukan reformasi di bidang perpajakan. Pandemi diharapkan menjadi momentum untuk melakukan reformasi struktural sehingga diharapkan kinerja perpajakan akan semakin baik dari tahun sebelumnya karena kita lihat pandemi saat ini sudah mulai membaik sehingga dapat terus ditingkatkan.
Kita sebagai masyarakat tahu akan semua hal tersebut bahwa kewajiban pajak harus tetap di laksanakan sebagaimana mestinya namun ada kewajiban yang akan meringankan pembayaran pajak dengan menetapkan kebijakan yang tertera di atas.

Jadi, kebijakan pemerintah sudah betul mengambil keputusan dengan menetapkan kebijakan sebagai bentuk keringanan, karena jika pandemi belum usai perekonomian pun tidak akan kembali normal, karena belum normal nya pandemi dari mana pelaku pajak membayar pajak jika perekonomian belum lancar, maka dari itu diharapkan agar beberapa intensif yang diberikan dimanfaatkan sebaik mungkin selagi masih berlaku.

Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi Syariah IAIM Sinjai.

Penulis: Sri Sardianti A.H.Editor: AW
  • Bagikan